TIdak Boleh dicopas

Wednesday, March 4, 2015


KPR Syariah Itu Kenapa..?


Nilai tukar IDR terhadap USD (kurs BI-04-03-2015): kurs tengah 12,963.00. Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Pada kesempatan kali ini saya mem-posting jawaban dari pertanyaan yang diajukan oleh salah satu teman kita atas nama STAR BPKP yang bertanya seputar KPR (Kredit Pemilikan Rumah) Syariah pada postingan saya sebelumnya. Secara lengkap pertanyaannya adalah sebagai berikut.

"Contoh pengalaman pribadi:
ane beli rumah dgn pembiayaan KPR sebesar 425jt.
dengan Bank **I Syariah.
Setelah dihitung orang bank dpt lah angka cicilan per bulan 5.230.000 utk selama 15 thn.
Logika sederhananya,
pokok utang per bulan = 425jt ÷ (12×15)=2.361.000
selisih 5.2jt - 2.3jt itu apa? Bukan bunga? Bebas riba?
kenapa rumah trsebut baru boleh saya jual ato overkredit hanya bila sudah dicicil minimal 12 bulan?
Cicilan dijamin flat 5.2jt/bln hingga lunas? Iya.
tapi kenapa porsi cicilan pokok n "bunga" tidak flat?
Di awal bulan cicilan, porsi cicilan pokok utang sangat kecil smntara porsi "bunga" sangat besar.
Seiringin bertambah jumlah bulan cicilan, porsi pokok utang meningkat n porsi "bunga" menurun.
kok demikian? Tidak lain karena bank mau menarik BUNGA sebesar mungkin dari awal cicilan. itu bebas riba?
kenapa jika melunasi utang di bulan ke 13, ane harus bayar cicilan bulan ke 14? Itu bukan denda?
Praktik syariah itu omong kosong???"

Karena jawabannya sangat panjang dan tak muat dalam komentar jadi saya tulisan jawabannya dalam postingan baru.

Sebelumnya mohon maaf STAR BPKP komentarnya baru sempat saya baca dan akan saya jawab pada postingan ini, Saya ucapkan terima kasih atas pertanyaan yang diajukan kepada saya. Semoga pertanyaan ini menjadi pintu ilmu untuk kita semua pembaca artikel ini. Aamiin.

Untuk memudahkan kita dalam menjawab pertanyaan Anda, kita akan coba jelaskan jawaban dalam urutan nomor:

1. Dari pertanyaan Anda, tidak disinggung sedikit pun mengenai akad yang dipakai dalam kasus Anda. Barangkali Anda lupa menyebutkannya. Dalam praktek perbankan syariah, akad adalah hal yang paling mendasar dan sangat penting. Karena akad akan mempengaruhi bagaimana skema transaksi keuangannya.

Dalam hal ini, melihat dari kebutuhan Anda yaitu membeli rumah secara kredit, maka kemungkinan besar akad yang dipakai adalah akad murabahah, betul tidak? jika salah, beritahu ya… Akad murabahah adalah akad populer untuk Pembiayaan Kepemilikan Rumah atau Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

Secara singkat menurut para ulama murabahah adalah jual beli dengan modal ditambah keuntungan yang diketahui. Secara sederhana kita contohkan seperti ini, ada penjual baju ia menerangkan kepada calon pembelinya bahwa bajunya dihargai Rp. 50.000,-/potong. Modal baju tersebut tiap potongnya adalah Rp. 40.000,- dan ia mengambil keuntungan Rp. 10.000,-. Itu yang ditawarkan penjual, namun tawar menawar bisa terjadi sampai dicapai kata sepakat atau tidak meneruskan transaksi. Begitulah kira-kira contoh sederhana jual beli murabahah.

Sedangkan dalam praktek di bank syariah, keuntungan pada akad murabahah dikenal dengan nama margin. Sehingga jika melihat kasus Anda, Bank syariah bertindak sebagai penjual rumah dan Anda bertindak sebagai pembeli rumah. Modal bank syariah dalam membeli rumah dari pemilik asal/developer sebesar 425 juta rupiah. Dan rumah tersebut dijual lagi kepada Anda secara diangsur dengan harga 941,4 juta rupiah (5,23 jt x 180), wow…. Dua kali lipat lebih dari modal yang dikeluarkan bank. Keuntungan untuk bank syariah adalah 516,4 juta rupiah. Mengapa besar sekali bank syariah mengambil untung, apakah boleh mengambil untung besar seperti ini? Tentu saja boleh karena tidak ada batasan keuntungan dalam mengambil keuntungan dalam Islam selama jual beli terjadi suka sama suka. Bank konven pun tak jauh berbeda dengan jumlah di atas dalam menetapkan keuntungan untuk KPR. Atau mungkin malah ada yang lebih besar mengambil keuntungan dibanding jumlah di atas. Dan mungkin juga ada yang lebih kecil. Ada banyak hal yang menyebabkannya, tetapi sejauh ini yang beberapa penyebab mengapa besar sekali keuntungan yang diperoleh bank konven atau bank syariah dalam kredit rumah. Insya Allah beberapa penyebab tersebut akan dibahas pada nomor-nomor selanjutnya.

2. Kita kemudian masuk ke konteks pertanyaan yang Anda ajukan. Poin pertama yang Anda tanyakan adalah pembelian rumah secara diangsur selama 15 tahun yang harga pokoknya 425 juta rupiah, dan setelah dihitung-hitung oleh pihak bank syariah dihasilkan besarnya cicilan per bulan Rp. 5.230.000,-. Sehingga jika diakumulasikan total angsuran adalah sebesar 941,4 juta rupiah. Kemudian Anda menghitung, pokok utang per bulan adalah sebesar Rp. 2.361.000 (425 jt/180). Anda bertanya selisih dari 5.230.000-2.361.000,- itu apa?

Jawabannya itu adalah margin, bukan bunga bukan riba. Karena seperti dijelaskan di awal, akad yang Anda pakai adalah akad murabahah.

Barangkali ada yang bertanya, kenapa jika kredit harganya menjadi lebih mahal. Tentu saja disini bank akan mengambil keuntungan, jika bank tidak mengambil keuntungan menjual seharga 425 juta rupiah kepada Anda secara kredit, itu tidak mungkin. Karena bank syariah bukan bank yang tidak mengambil keuntungan atau non komersial. Karena bank syariah pun sama dengan bank konven bersifat komersial, mereka memerlukan keuntungan. Bank syariah perlu keuntungan untuk menggaji para pegawai, menghasilkan keuntungan sebagaimana yang diinginkan para pemegang saham, membiayai kegiatan opersional dan masih banyak lagi. Dan juga yang paling penting uang yang dikelola oleh bank yang disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman atau pembiayaan itu adalah uang masyarakat juga. Dimana masyarakat pun mengharapakan ada bagian bagi hasil untuk mereka atas tabungan atau deposito yang disimpan di bank syariah. Bank syariah pun menjanjikan ada bagian bagi hasil untuk masyarakat penyimpan. Sehingga ini artinya bank haruslah memperoleh keuntungan agar ada bagian bagi hasil yang diberikan kepada masyarakat penyimpan. Ini sudah lumrah di dunia perbankan.

Kemudian kita kembali lagi kepada perhitungan murabahah. Dalam jual beli murabahah biasa antar individu, margin biasanya disebutkan dalam bentuk nominal. Berbeda dengan kasus pembiayaan murabahah di perbankan syariah. Margin biasanya disebutkan dalam persentase dari harga pokok. Dan umumnya semakin lama jangka waktu pembiayaan semakin besar margin yang akan diinginkan bank syariah. Ini terjadi karena bank memiliki beban bagi hasil yang harus dibayar kepada nasabah penyimpan dana tabungan dan deposito. Ini juga terjadi pada perbankan konvensional.

Misalnya, jika margin yang diinginkan bank untuk pembiayaan Pemilikan Rumah seharga 240 jt rupiah adalah 10 %/tahun. Artinya bank syariah menginginkan margin 24 jt rupiah (10% x 240jt) per tahun. Dan berarti total margin yang diinginkan bank adalah 120 jt rupiah (24 jt x 5). Dan besarnya angsuran per bulan adalah 6jt rupiah (angsuran pokok (240jt/60) + angsuran margin (24jt/12)).

Perhitungan di atas jika dibandingkan dengan perbankan konvensional, untuk perhitungannya saja, sama dengan perhitungan bunga flat 10%/tahun. Perlu diingat baik-baik, yang sama hanya perhitungannya saja Namun akad yang diterapkan berbeda, dalam bank konven memakai akad bunga/riba dan dalam bank syariah memakai akad murabahah.

Namun jika kita melihat konsep bunga yang diterapkan dalam perbankan konvensional, perhitungan bunga bukan hanya konsep bunga flat saja. Pada dasarnya terapat tiga jenis, yaitu bunga flat, bunga efektif dan bunga anuitas. Masing-masing jenis memiliki konsep perhitungan yang berbeda. Dengan kata lain, besarnya cicilan perbulan untuk bunga flat 10%/tahun, bunga efektif 10%/tahun dan bunga anuitas 10%/tahun semua akan berbeda. Dari ketiga konsep tersebut, bunga flat adalah konsep yang mengasilkan total cicilan terbesar. Dengan kata lain bunga efektif dan bunga anuitas lebih ringan total biaya cicilannya. Lalu pertanyaannya apa hubungan tiga konsep bunga tersebut dengan kasus Anda?
Hubungannya seperti ini, perhitungan margin murabahah pada bank syariah dengan berbagai alasan, konsepnya pun mengikuti ketiga konsep di atas (lat, anuitas dan efektif). Yang diikuti hanyalah konsep perhitungannya. Dari penjelasan Anda, “Seiring bertambah jumlah bulan cicilan, porsi pokok utang meningkat dan porsi “bunga” menurun”, ini artinya konsep yang Anda setujui dengan bank syariah adalah konsep perhitungan margin anuitas. Dan jangan katakan itu bunga, itu adalah margin. Karena yang Anda sepakati dengan bank syariah adalah akad murabahah. Berhati-hatilah dalam berbicara yang menyangkut syariah. Jangan katakan itu bunga di bank syariah. Dalam kasus Anda, mungkin bisa saja dituntut oleh bank syariah. Atau dinasehati oleh Ulama. Janganlah berbicara hal yang Anda tidak pahami. Karena mungkin bisa memyesatkan orang lain. Berhati-hatilah…

Kemudian dari keseluruhan pertanyaan Anda, tidak disebutkan sama sekali berapa persetase margin yang disepakati. Oleh karena itu, maka saya membuat contoh sendiri perhitungan pembiayaan pemilikan rumah (KPR) seharga 425 jt yang selama 15 tahun dan menghasilkan cicilan per bulan mendekati 5,23 jt/bulan dengan konsep margin anuitas. Berikut ini adalah contoh perhitungan yg saya buat silahkan download link di bawah ini.
File Excel Perhitungan Margin Anuitas

Dari contoh tersebut, setelah saya hitung-hitung kurang lebih margin yang Anda sepakati adalah 12,5 %/tahun anuitas. Akan berbeda perhitungannya jika memakai konsep flat atau efektif. Saya juga membuat contoh perhitungan margin flat dan margin efektif untuk perbandingan dengan margin 12,5%/tahun. Silahkan download dua link di bawah ini.
File Excel Perhitungan Margin Efektif
File Excel Perhitungan Margin Flat

Dari perhitungan di atas terlihat bahwa konsep flat menghasilkan total angsuran yang paling mahal disbanding konsep yang lainnya. Mungkin Anda bertanya-tanya kalau begitu apa perbedaannya dengan bank konven? Perbedaannya selain pada akad, dalam bank konven ada kemungkinan bahwa bunga yang diterapkan di awal bisa berubah di tengah jalan jika bank konven menetapkan kebijakan bahwa bunga akan mengambang (floating) dikemudian hari menyesuaikan dengan kondisi pasar yang bisa saja bunga naik dan cicilan pun naik. Sedangkan dalam bank syariah tidak ada istilah margin mengambang. Dan yang terpenting di bank syariah sudah dijamin HALAL. Tentunya kita ingin member nafkah kepada keluarga kita dari harta yang HALAL kan. Agar selamat dunia akhirat…

3. poin ketiga dari pertanyaan Anda adalah kenapa rumah tersebut baru boleh saya jual atau overcredit hanya bila sudah dicicil minimal 12 bulan?

Jawabannnya adalah ini merupakan kebijakan dari bank syariah tsbt. Diantaranya faktor yang menyebabkan kenapa harus minimal 12 bulan, adalah karena proses pembuatan sertifikat rumah rata-rata memakan waktu 1 tahun.

4. Poin ke empat pertanyaan Anda adalah, “Kenapa jika melunasi utang di bulan ke 13, Anda harus bayar cicilan bulan ke 14? Itu bukan denda?”. Maksud Anda mungkin ketika ingin dilunasi di bulan ke 13, margin di bulan ke 14 harus dibayar tetapi margin di bulan ke 15 sampai ke 180 tidak harus dibayar.

Jawabannya sama dengan poin ketiga, ini masih berhubungan dengan kebijakan bank. Salah satu penyebab kenapa cicilan bulan ke 14 harus dibayar, mungkin berhubungan dengan beban bagi hasil yang harus dibayar kepada nasabah penyimpan dana. Perlu kita ingat kembali, uang yang dikelola bank adalah uang nasabah penyimpan dana (Walaupun ada juga komponen uang dari pemilik bank). Intinya Anda nasabah pembiayaan memerlukan dana, sedangkan nasabah penyimpan dana menginginkan keuntungan dari pengelolaan uang yang dilakukan oleh bank. Margin di bulan ke 14 akan dipakai untuk beban bagi hasil untuk nasabah penyimpan. Ini dilakukan karena belum tentu ketika bank menerima pokok pembiayaan bank bisa langsung menyalurkannya lagi kepada orang lain dan menghasilkan keuntungan. Saya sendiri pernah mengalami contoh pelunasan di tengah jalan seperti kasus Anda.

Mohon maaf hanya ini yang bisa saya sampaikan. Semoga menjawab pertanyaan Anda. Tanyalah kembali jika masih ada yang kurang jelas. Atau Anda bisa bertanya kepada orang lain yang benar-benar ahli jika ingin mendapat jawaban yang lebih luas dan lebih tepat.

Wallahu’alam bishshawab.

2 comments:

  1. Maaf pa.
    Menurut bapak, apakah bunga flat atau anuitas harus dituliskan dalam lembar akadnya atau tidak?

    ReplyDelete
  2. Saya masih ragu-ragu... Kalo pun dibilang margin dan kesepakatan dengan istiliah-istilah syariah lain pun sepertinya acuannya ga jauh-jauh dari required return perusahaan yang basis itungannya bunga..

    Kalau saya bolak-balik teknisnya itu kayaknya sama saja.. Misalnya saya hitung required return dengan WACC dulu, terus saya tetapkan margin saya... Padahal itungan WACC nya sendiri basisnya udah bunga..

    Contoh lainnya untuk penetuan margin berapa bisa dijawab dgn
    1) Saya lihat standar credit rating utk profil peminjam/nasabah.
    2) Hitung annuity nya
    3) Convert jadi nominal margin
    4) Nominal margin saya kemas ulang dengan istilah kesepakatan utk dealing dgn nasabah


    Bukannya sama saja ya juntrungannya? cuman beda kemasan dan istilah? Mohon pencerahannya

    ReplyDelete